Beranda | Artikel
Penyaluran Zakat
Sabtu, 22 Juli 2023

PENYALURAN ZAKAT

Para Penerima Zakat.
Para penerima zakat yang boleh menyalurkan zakat kepada mereka ada delapan golongan, yaitu yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ  [التوبة: 60]

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu’allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana” [At-Taubah/9:60]

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahnya terkadang menentukan yang berhak menerima dan kadar yang berhak dia dapatkan seperti faraidh dan para penerimanya, dan terkadang menentukan apa yang harus dilakukan tanpa menentukan orang yang berhak menerimanya, seperti pembayaran kafarat, seperti kafarat zhihar, sumpah dan semisalnya. Dan Dia Subhanahu wa Ta’ala terkadang menentukan yang berhak menerima tanpa menyebutkan kadar yang berhak dia terima seperti para penerima zakat, dan mereka berjumlah delapan golongan:

  1. Orang-orang Fakir : Orang-orang yang tidak mendapat sesuatu, atau mendapatkan sebagian kecukupan.
  2. orang-orang Miskin : Orang-orang yang mendapatkan lebih banyak kecukupan atau separuhnya.
  3. Para Amil : Para penagihnya, pemeliharanya, dan yang membaginya. Jika mereka menerima gaji dari penguasa, maka mereka tidak diberi bagian dari zakat.
  4. Mu`allaf yang dibujuk hatinya : Orang-orang yang sudah muslim, atau orang-orang kafir, sedang mereka adalah para pemimpin kaumnya yang diharapkan keislamannya, atau menahan gangguannya, atau diharapkan dengan memberinya bertambah kuat imannya atau islamnya, atau islam teman sejawatnya. Mereka diberikan dari zakat sekadar apa yang diinginkan sudah terwujud.
  5. Untuk memerdekakan Budak: mereka adalah budak dan budak mukatab yang membeli diri mereka dari majikannya. Maka mereka dimerdekakan dan mendapat hak dari zakat. Termasuk dalam hal ini untuk menebus/membebaskan kaum muslimin yang tertawan di medan perang.
  6. Orang-orang yang berhutang : mereka terbagi dua:
    • Berhutang karena mendamaikan yang bermusuhan, maka ia diberi sekadar hutangnya meskipun ia kaya.
    • Berhutang untuk dirinya sendiri, yaitu menanggung banyak hutang dan tidak bisa membayarnya.
  7. Fisabilillah : Mereka adalah para pejuang fi sabilillah untuk meninggikan kalimah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan semisal mereka adalah para da’i yang berdakwah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka diberikan zakat apabila mereka tidak memiliki gaji, atau gajinya tidak mencukupi.
  8. Ibnu Sabil : Musafir yang kehabisan biaya di tengah perjalanan dan ia tidak mempunyai biaya yang menyampaikannya ke negerinya, maka ia diberikan sesuatu yang menutupi kebutuhannya di perjalanannya, sekalipun dia orang kaya.

Tidak boleh menyalurkan zakat kepada selain delapan golongan tersebut, dan hendaknya memulai dengan orang yang lebih membutuhkan.

Boleh menyalurkan zakat kepada satu golongan penerima zakat, dan boleh memberikannya kepada satu orang penerima zakat dalam batas kebutuhannya, dan jika zakat itu banyak maka dianjurkan membaginya kepada golongan-golongan tersebut.

Orang yang menerima gaji bulanan sebanyak dua ribu riyal, akan tetapi ia membutuhkan tiga ribu riyal setiap bulannya untuk menutupi nafkahnya dan nafkah tanggungannya, maka sesungguhnya ia diberi zakat sekadar kebutuhannya.

Apabila seseorang memberikan zakat kepada orang yang disangkanya berhak menerima zakat, disertai kesungguhan dan penyelidikan, lalu nyata bahwa ia bukan termasuk penerima zakat, maka zakatnya sudah cukup.

Sesuatu yang wajib dari zakat harus disalurkan sesegera mungkin kepada para penerima zakat, dan tidak boleh menundanya karena ingin mengembangkannya dan perdagangan untuk kepentingan pribadi atau organisasi dan semisalnya. Dan jika harta itu bukan berasal dari zakat, maka tidak ada halangan melakukan perdagangan padanya dan menyalurkannya di jalan-jalan kebaikan.

Boleh memberikan zakat kepada orang yang ingin menunaikan kewajiban ibadah haji dan tidak mempunyai biaya yang cukup. Dan boleh menyalurkannya untuk membebaskan tawanan muslim, dan menyalurkannya untuk seorang muslim yang ingin menikah, sedang seorang fakir yang ingin menahan dirinya (dari yang haram), dan boleh menutup hutang mayit dari zakat.

Bagi orang yang mempunyai tagihan hutang kepada seorang fakir, boleh memberikan zakat kepada fakir itu dengan catatan tidak ada kesepakatan di antara keduanya bahwa ia memberikannya untuk membayar hutangnya, dan tidak boleh menggugurkan hutang dan menganggapnya sebagai zakat.

Sedekah kepada seorang miskin adalah sedekah dan kepada karib kerabat adalah sedekah dan silaturrahim.

Apabila seseorang mampu bekerja mengkhususkan dirinya untuk menuntut ilmu, maka ia diberi dari zakat, karena menuntut ilmu termasuk salah satu jenis jihad fi sabilillah dan manfaatnya muta’addi (transitif, bukan hanya untuk dirinya sendiri).

Disunnahkan memberikan zakat kepada orang-orang fakir dari karib kerabatnya yang dia tidak wajib memberi nafkah kepada mereka, seperti saudara laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan perempuan dari ayah, saudara laki-laki dan perempuan dari ibu dan semisal mereka.

Boleh menyalurkan zakat kepada kedua orang tua dan seterusnya (kakek dst), kepada anak-anak dan seterusnya (cucu, dst.), jika mereka  dalam keadaan fakir sedang dia tidak mampu memberi nafkah kepada mereka selama tidak membayar kewajibannya. Dan demikian pula jikalau mereka menanggung beban hutang atau diyat, maka boleh membayar hutang mereka dan mereka lebih berhak dengannya.

Suami boleh memberikan zakatnya kepada istrinya apabila dia (istri) menanggung hutang atau kafarat. Adapun istri, dia boleh memberikan zakatnya kepada suaminya, jika suaminya itu termasuk yang berhak menerima zakat.

Tidak boleh memberikan zakat kepada Bani Hasyim (keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan budak-budak yang mereka merdekakan, karena memuliakan mereka, karena zakat itu adalah kotoran manusia.

Zakat tidak boleh diberikan kepada non muslim kecuali jika ia seorang muallaf, tidak boleh kepada budak kecuali budak mukatab.

Zakat tidak boleh diberikan kepada orang kaya, kecuali apabila dia seorang amil (petugas zakat), atau muallaf yang dibujuk hatinya, atau pejuang fi sabilillah, atau ibnu sabil yang kehabisan dana di tengah perjalanan.

Orang kaya : Orang yang mendapatkan kecukupan kehidupannya dan kehidupan tanggungannya sepanjangan tahun. Bisa jadi dari harta yang ada, atau perdagangan, atau industri, dan semisal yang demikian itu.

Yang Diucapkan Orang yang Menerima Zakat.
Disunnahkan kepada orang yang diberikan zakat agar berdoa untuk yang memberinya seraya berkata : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِمْ. متفق عليه. Ya Allah, berilah rahmat kepada mereka.’ Muttafaqun ‘alaih.[1]

Atau membaca : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ فُلانٍ. متفق عليه  Ya Allah, berilah rahmat kepada keluarga fulan.‘ Muttafaqun ‘alaih.[2]

Atau membaca:  اللَّهُمَّ بَارِكْ فِيهِ وَفِي إبِلِهِ. أخرجه النسائي ‘Ya Allah, berilah berkah padanya dan pada untanya.’ HR. an-Nasa`i.[3]

Barang siapa yang mengeluarkan zakat, apabila dia mengetahui bahwa fulan termasuk yang berhak menerima zakat dan dia menerima zakat, maka dia memberinya dan tidak perlu memberi tahu bahwa ia adalah zakat. Dan jika dia tidak tahu tentang orang itu atau orang itu tidak mau menerima zakat, maka di sini ia harus memberi tahu bahwa yang diberikan itu adalah zakat.

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1]  HR. al-Bukhari no. 4166 dan Muslim no. 1078
[2]  HR. al-Bukhari no. 1497 dan Muslim no. 1078
[3]  Shahih/ HR. an-Nasa`i no. 2458, Shahih Sunan an-Nasa`i no. 2306


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/84424-penyaluran-zakat.html